Selamat Datang di Taman Bermain dan Belajar
Eduard Michelis



Taman Bermain dan Belajar (TBB) Eduard Michelis, Tempat Penitipan Anak (TPA) Katolik di Semarang dari 0 - 2 tahun dan di atas 2 tahun

Siapa Eduard Michelis?

Pada tanggal 6. Pebruari 1813 Eduard Michelis lahir sebagai anak ke-5 dari keluarga Michelis. Ibunya, Auguste Schaffer merupakan ibu yang penuh kasih dan memberi pengarahan iman dalam keluarga. Ia beriman kuat akan Penyelenggaraan Ilahi. Ketika ia telah berusia lanjut, ia menulis kepada puteranya Eduard:" "Kalian,  ayah dan anak merupakan segala-galanya bagiku. Allah adalah saksiku, betapa sering aku meminta-Nya, supaya kalian dijauhkan dari segala kecelakaan yang mungkin dapat mengena kalian dan menyerahkan kalian kepadaku, supaya aku dapat melihat kalian bahagia” (Sept.1836, EM hal.13).

Wanita yang lembut dan mempunyai kedalaman hidup batin ini, membentuk suasana dan semangat keluarga. Ia merupakan jiwa keluarga. Sepanjang masa hidupnya, Eduard Michelis sangat dekat dengannya. Semangat jiwa Eduard Michelis sangat serupa dengannya, bahkan sejak kecil ia telah berpegang teguh pada iman.

Dalam tahun 1826, waktu semangat gerejani belum berkembang, ibunya menemukan Eduard yang berumur 13 dengan menulis sepujuk surat dengan sangat berkonsentrasi. Ketika ia bertanya, kepada siapa ia menulis, Eduard menjawab: "Ah, Ibu, saya menulis kepada Raja, supaya ia tidak begitu menindas umat Katolik lagi”.

Ayah Eduard Michelis, Franz Michelis adalah mantan Letnan. Ia sering bercerita kepada anak-anaknya tentang perjuangan orang-orang yang membela hidup sesama. Eduard Michelis seringkali menjadi begitu berapi-api mendengar dan menceritakan kembali berbagai kisah tersebut, sehingga terkadang ia sampai melompat di atas kursi.

Sejak Oktober 1926 ia bersekolah di Gymnasium Paulinum, Münster. Ia sangat bersemangat dan cerdas. Ia lulus dengan nilai terbaik pada tahun 1832. Setelah itu ia studi Teologi di Universitas Münster. Kemudian ia masuk seminari dan pada tanggal 27 Mei 1836 dalam usia 23 tahun, ia ditahbiskan sebagai imam. Setelah tahbisan ia ingin melanjutkan studi, namun ia diutus menjadi sekretaris rahasia dari Uskup Klemens August dan sebagai pastor pembantu di Köln.

Melalui kericuhan di Keuskupan Köln, karena melawan politik Pemerintahan Prussia tentang pernikahan campur (Uskup menghendaki agar pasangan campuran tidak diberkati secara gerejani, bila sejak awal tidak ada jaminan pendidikan katolik bagi semua anak-anak mereka).

Konflik ini mencapai puncaknya dan pada tanggal 20 November 1837 Uskup Agung ditangkap. Ia ditanya, siapa yang ia inginkan untuk mendampinginya dan ia menjawab "Hanya pastor pembantuku, Michelis”. Demikianlah Eduard Michelis dan uskupnya ditangkap dan dibawa ke Minden. Pada tanggal 31 Desember tiba-tiba dan tanpa alasan Eduard Michelis dibawa ke Magdeburg. Eduard Michelis menderita TBC berat dan hampir meninggal. Berdasarkan penyakitnya ini pada tanggal 1 April 1840, dia dibebaskan dan dibawa ke Erfurt dengan penjagaan ketat. Pada tanggal 21 April 1841 ia kembali ke Münster. Untuk pemulihan kesehatan, ia tinggal di St.Mauritz. Bersama beberapa imam, ia memulai majalah mingguan keuskupan "Sonntagsblatt” untuk umat katolik. Majalah ini memberi orientasi tentang religiusitas-hidup gerejawi dan hal-hal yang penting.

Hati Eduard Michelis sangat tersentuh ketika ia berjalan-jalan dan melihat penderitaan dari anak-anak miskin dan terlantar di kampung halamannya ini. Nasibnya sendiri yang berat telah membuatnya melihat penderitaan ini. Demikianlah ia tidak dapat melepaskan pandangan dari penderitaan anak-anak ini, sebagaimana dilakukan orang-orang sekampungnya. Pada tanggal 28 Desember 1841 Eduard Michelis bersama teman-teman imamnya yaitu Spiegel dan Aumöller membicarakan cara menolong anak-anak terlantar ini. Mereka bertiga menyadari bahwa tidaklah mudah untuk merealisir rencana ini. Di Münster tidak ada tarekat yang dapat mengambil alih penanganan anak-anak yatim piatu ini. Oleh karena itu diputuskanlah untuk mendirikan sebuah tarekat. Pada tanggal 25 April 1842 diletakkan batu pertama untuk mendirikan rumah yatim piatu. Setelah 6 bulan lamanya pembangunan, berdirilah rumah kecil dengan sebuah kapel. Eduard Michelis menetapkan tanggal 3 November 1842 sebagai hari pendirian tarekat ini. Pada hari tersebut diterimalah anak-anak yatim piatu dan empat perempuan muda untuk mengurus mereka. Tarekat ini diberi nama "Tarekat Suster-sustser Penyelenggaraan Ilahi”. Eduard Michelis telah menemukan dasar kebenaran iman bahwa segalanya terjadi seturut Penyelenggaraan Ilahi.

Eduard Michelis mengakui betapa pentingnya pengarahan rohani dalam hidup membiara bagi persekutuan religius muda ini. Karena di jerman tidak ditemukannya tarekat yang cocok, ia membawa ketiga calon untuk pendidikan dasar di biara Suster-suster Penyelenggaraan Ilahi di Rappoltsweiler. Pengarahan hidup membiara dari beberapa calon lainnya dibimbingnya sendiri di rumah panti asuhan St.Mauritz. Permulaan ini berat. Kesulitan terutama dalam hal materi. Setelah beberapa minggu seorang calon yaitu Ludowine dari Haxhausen yang diharapkan Eduard Michelis untuk memjabat sebagai pimpinan, mengundurkan diri. Juga Rosa Wesener yang mengurus keuangan panti pulang ke Dülmen.

Pada tahun 1842 Suster Elisabeth Sarkamp diangkat sebagai Ibu panti yang ketiga. Pendampingnya yang setia adalah Sr. Magdalena Hambach yang bergabung dengan tarekat pada awal tahun 1843. Tentang kegiatan kedua suster ini, Franz Spiegel menulis dalam buku hariannya:"Ketika Sr. Elisabeth dan Sr. Magdalena mengambil alih pengelolaan panti asuhan, keadaan menjadi lebih baik. Saya selalu dengan penuh hormat dan kekaguman memandang mereka yang demikian setia, tak kenal lelah dan tanpa memikirkan diri sendiri. Sr. Elisabeth memancarkan kelembutan, ketenangan dan perhatian yang terus-menerus. Sedangkan Sr. Magdalena membawa kegembiraan dan wajah yang cerah. Mereka membawa berkat dari wajah Allah. Bila saya memandang masa depan yang tanpa harapan, berkatalah Sr. Magdalena melalui kata-kata sederhana tetapi dengan sukacita untuk memberanikan".



TItip Anak (2)

Alkisah, sepasang muda-mudi menemuai seorang Imam untuk mempersiapkan Sakramen Pernikahan mereka. Seperti biasa, Imam melakukan penyelidikan kanonik dan melihat bahwa pasangan tersebut sepertinya belum memahami hakekat hidup berkeluarga secara penuh, meskipun keduanya mempunyai tingkat pendidikan yang lumayan baik.

Imam berkata, "Ini semua (kanonik) sudah selesai, tapi tolong besok datang ke sini berdua karena saya mau minta tolong".
Kedua muda-mudi tersebut bersedia, dan besoknya datang pagi-pagi karena hari libur. Imam kembali berkata, "Saya akan pergi seharian, ini ada Anjing peliharaan saya, tolong kalian jaga sebaik-baiknya ya?" Kedua muda-mudi tersebut agak heran, tetapi menurut saja. Kemudian, Imam menjelaskan berbagai kebiasaan peliharaannya tersebut, termasuk makan dan lain-lain.

Maka hari itu, kedua muda-mudi tersebut berusaha untuk menjalankan amanat dari Imam. Meskipun sama sekali belum pernah memelihara Anjing, tetapi mereka tetap berusaha membujuk untuk makan, atau menjaga agar tidak tertabrak kendaraan yang kebetulan melintas. Mereka bekerja sama dan bergantian selama Imam pergi.

Akhirnya, menjelang malam, pulanglah Imam dan menemui kedua muda-mudi tersebut. Mereka segera menjelaskan bahwa mereka telah menjaga Anjing tersebut seperti yang diamanatkan. Mereka tidak istirahat dan tidak pernah melepaskan perhatian sedetik pun dari anjing tersebut.

Imam tersenyum puas, lalu bertanya, "Mengapa kalian mau membantu saya menjaga anjing tersebut dengan baik?"

Dengan polos keduanya menjawab' "Karena ini adalah titipan dari Anda, Romo".

"Baiklah", kata Imam itu lagi, "Kalian menjaga anjing tersebut karena itu adalah titipan saya. Nanti setelah kalian menikah, akan ada yang menitipkan sesuatu kepada kalian. Dia lah Tuhan sendiri. Jika hanya anjing titipan saya saja kalian sudah menjaga dengan baik, kalian tentunya tahu apa yang harus dilakukan untuk menjaga titipan dari Tuhan sendiri!"