Judul
di atas mungkin kurang lazim untuk disimak. Mungkin yang lebih sering kita
dengar atau kita baca adalah “Teladanilah Orang Tua” atau teladanilah pada
mereka yang sudah berhasil, dan biasanya orang yang sudah berhasil, ya orang
tua. Bahkan banyak orang tua yang mengatakan bahwa anak-anak generasi sekarang
lebih lembek dibandingkan generasi terdahulu. Anak-anak sekarang manja, dan
lain sebagainya dan lain sebagainya. Saya sendiri tidak tahu tentang hal itu,
hanya menurut saya, kualitas anak-anak sekarang adalah hasil didikan dari orang
tuanya yang nota bene adalah generasi pendahulunya. Orang yang mengkritik
kualitas anak jaman sekarang, sebenarnya mengkritik generasi pendahulu yang
mendidiknya.
Kembali
ke topik semula, mengapa kita harus meneladani anak kecil? Lihat ilustrasi
berikut:
Tampak
sekelompok anak kecil yang ‘berseragam’. Hanya ada satu yang tidak mengenakan
seragam, entah karena apa. Lihatlah anak tersebut! Tidak ada keraguan dalam
tingkah lakunya. Biasa saja, seolah-olah dirinya juga berseragam sama dengan
yang lain. Bahkan, si anak tersebut lebih progresif, dengan sedikit maju
dibandingkan anak yang lain, yang notabene berseragam.
Lantas
APA?
Coba
kita lihat diri kita sendiri sebagai orang tua. Ketika kita sendirian, dan ‘berbeda’
dengan yang lain. Misalnya kita paling miskin di antara orang kaya. Tentunya kita
akan merasa risik, atau minder, atau merasa tidak berada di tempat yang
sebenarnya atau perasaan sejenis yang kurang enak. Atau mungkin dibalik, kita
yang paling kaya, di antara orang yang jauh lebih miskin. Mungkin kita malah
menjadi sombong, jumawa, atau sikap berlebih lainnya yang kurang berkenan.
Bukankah
anak kecil lebih bisa menerima perbedaan dibandingkan kita orang dewasa? Mungkin
banyak yang tidak sependapat dengan pernyataan ini, tapi biarlah. Nurani kita
yang memutuskan benar atau salah pernyataan itu.
Dalam
Injil Markus 10:13-16 diceritakan:
Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka;
akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Ketika Yesus
melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak
itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang
seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak
kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan
sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.
(Kisah
serupa juga dapat ditemui dalam Matius
19:13-15)
Kita
sering mendengar kisah, bahwa Yesus menggendong anak kecil ketika mengajar. Bahkan
konon, salah satu dari anak yang pernah digendong Yesus, dengan gagah berani
menjadi Paus, di mana pada saat ini, Gereja sedang menjalani masa penganiayaan
berat.
Anak
kecil seperti apa yang dikehendaki oleh Yesus? Berapa rentang usianya? Apakah di
2 – 5 tahun, atau 5 -9 tahun? Atau apakah balita? Agak sulit menjawab pertanyaan
itu. Bahkan mungkin kita tidak bisa menjawabnya karena akan sangat berkaitan
dengan ayat yang lain dan penuh dengan argumen akademis yang rumit. Akan tetapi,
kita sebagai orang tua, dapat menggunakan nurani dan hati kita untuk menjawab
pertanyaan itu. Dalam keheningan malam, pandangilah anak kita yang sedang tidur
nyenyak. Maka, kita akan mengetahui jawaban dari pertanyaan itu.
Berkah
Dalem
Sharing
dari Ayah dengan dua anak kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar